ReHAT (Refleksi Hidup Akhir Tahun)

Bayangkan jika Anda menyetir dari Jakarta ke Semarang yang waktu tempuhnya sekitar 8 jam, apa yang mungkin akan terjadi jika Anda bersikeras untuk terus menyetir sampai tujuan? Kecelakaan yang berujung maut hampir bisa dipastikan menanti di depan.

Jika Anda pernah melewati jalan tol antar kota, Anda pasti melihat tempat-tempat khusus rehat bagi pengemudi. Tempat-tempat itu biasanya terdiri dari stasiun pengisian bahan bakar, rumah makan, kamar kecil, tempat berdoa, dan bahkan ada yang menyediakan jasa pijit atau penginapan. Pemerintah/perancang jalan tahu bahwa sekuat apapun fisik seorang pengemudi, ia pasti memerlukan rehat.

Untuk perjalanan jangka pendek seperti perjalanan dalam kota, saya paling hanya menggunakan kesempatan lampu merah untuk sekedar meluruskan kaki dan melemaskan otot tangan. Lain halnya jika saya sedang dalam perjalanan jarak menengah seperti perjalanan antar kota, saya memilih untuk berhenti di SPBU atau di rumah makan karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulihkan tenaga.

Sebagaimana dalam perjalanan jasmani, kita juga membutuhkan istirahat dalam “perjalanan” rohani kita. Kita memerlukan masa-masa untuk berhenti sejenak dari segala aktivitas yang menyita perhatian kita. Dalam hal rohani, kita membutuhkan ReHAT. Yang saya maksudkan bukanlah istirahat biasa, namun singkatan dari Refleksi Hidup Akhir Tahun.

Dalam menjalani kehidupan yang makin hari makin terasa mendesak ini, seringkali kita terlarut dalam ritmenya dan di akhir hari mendapati bahwa ternyata segala aktivitas yang kita kerjakan sepertinya tidak memiliki makna sama sekali. Tugas dan proyek yang menanti untuk dikerjakan, berbagai undangan atau janji pertemuan dengan kerabat dan teman, semuanya seolah tak dapat kita selesaikan seumur hidup! Jika kita terus memaksakan diri untuk mengerjakan semuanya itu tanpa berhenti sejenak, maka”kecelakaan rohani” sudah menghadang di depan mata.

Ketika terlarut dengan ritme kehidupan, kita bisa menjadi seperti robot yang berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Kita bisa menjadi manusia-manusia yang tak peduli, manusia-manusia yang tidak peka terhadap orang lain. Kita bahkan bisa “tersesat” dalam perjalanan hidup ini, melakukan hal-hal yang kurang penting dan mengabaikan hal-hal yang justru lebih berarti untuk dikerjakan. Kita mengalami kelelahan rohani, dan seseorang yang lelah takkan mampu berkonsentrasi menjaga arah.

Masa-masa jelang pergantian tahun ini adalah masa-masa yang paling tepat bagi kita untuk berhenti sejenak dan melakukan ReHAT. Seorang pembicara pernah mengatakan bahwa sesungguhnya bukan hidup, melainkan hidup yang direfleksikanlah yang bisa menjadi guru terbaik. Kegagalan untuk merefleksikan kehidupan dapat berdampak pada kehidupan yang hampa, nyaris tanpa makna. Berikut ini beberapa pertanyaan refleksi yang bisa menolong kita untuk ReHAT:

1. Apakah pencapaian terbesarku tahun ini? (mis. naik jabatan, lulus, mendamaikan orang tua, dsb.)
2. Apakah kegagalan terbesarku tahun ini? (mis. dipecat, tidak lulus, putus cinta, dsb.)
3. Dalam hal apa sajakah aku bertumbuh tahun ini? (iman, pengetahuan, keterampilan, karakter, kebiasaan)
4. Dalam hal apa sajakah aku belum berhasil bertumbuh tahun ini?
5. Apakah yang kupelajari tentang Allah tahun ini? (mis. kesetiaan-Nya, kemuliaan-Nya, hikmat-Nya, kesabaran-Nya, dst.)
6. Hal apa saja yang ingin kucapai di tahun mendatang, dan bagaimana mencapainya? (mis. menikah, lulus kuliah, mahir berbahasa Inggris, dsb.)
7. Hal apa saja yang ingin kutinggalkan di tahun mendatang, dan bagaimana melakukannya? (mis. sifat keras kepala, kebiasaan merokok, dsb.)
8. Hal apa tentang Allah yang ingin kupelajari di tahun mendatang? (mis. keadilan-Nya, kekudusan-Nya, dsb.)

Akhir kata, selamat ReHAT dan selamat mempersiapkan diri menyongsong tahun depan!

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *