Monday! Funday!

Senin yang Menyebalkan Senin memang menyebalkan. Nampaknya “ia” tidak ingin kita berlibur lebih lama. “Ia” gelisah ketika menatap kita terus berada di kamar dibungkus oleh selimut dan terlelap dalam mimpi. “Ia” nampak seperti ibu galak yang siap sedia dengan segala strategi untuk membangunkan kita dari tidur baik dengan tamparan maupun siraman air.

Memang, apa urusan “ia” dengan hidup kita. Tidak sanggupkah “ia” menunda untuk tidak menampakan dirinya dalam beberapa jam sebelum jam 00.00? Setidaknya hingga kita bisa lebih puas tidur, PR sekolah dan kuliah bisa diselesaikan, time table untuk pekerjaan selama seminggu rampung. Namun faktanya waktu selalu disiplin terhadap dirinya sendiri. “Ia” tak pernah terlambat, “ia” selalu tepat waktu.

Inbox Penuh Keluhan Senin selalu mendapat cemooh dari kita. Entah sebagai pelajar, mahasiswa, karyawan, bahkan untuk ibu rumah tangga. Mungkin, jika ia memiliki email pribadi, inbox akunnya hanya terisi dengan keluhan-keluhan.

Dimulai dari para pelajar yang mengeluhkan pergantian Minggu ke Senin terasa begitu cepat sehingga mereka harus bangun lebih pagi untuk upacara bendera. Begitu juga ibu rumah tangga yang harus kembali bangun dini hari mempersiapkan anak sekolah juga suami bekerja. Bagi para karyawan, siap-siap menghadapi kemacetan dan padatnya comutter line (situsi yang saya hadapi saat membuat tulisan ini). Semuanya itu terjadi di hari Senin.

Belum sempat ia membalas satu per satu email keluhan kita. Sementara tujuh hari telah berlalu dan ia belum sempat membalas semua email, daftar panjang keluhan kita kembali memenuhi inbox pribadinya. Karena weekend telah usai, Minggu telah berganti menjadi Senin. Ironis, bahkan hari libur ia pakai untuk bekerja, membalas semua email keluhan kita.

Senin yang Muram Senin terlihat begitu lelah dengan semua keluhan kita. Ia terlalu sering digugat, jarang dirawat. Ia terlalu banyak menerima keluhan, namun jarang menerima belas kasihan. Ia terkadang iri dengan hari lain, terutama “Trio Weekend”: Jumat, Sabtu, Minggu.

Agenda ” Trio Weekend” selalu terisi dengan hal-hal yang menyenangkan. Jumat menjadi saat pulang kantor yang menyenangkan sekalipun macet, malam minggu menjadi saat-saat menghabiskan malam bersama kekasih, hingga hari minggu yang panjang dan cerah untuk berjalan-jalan.

Terkadang ia merenung sambil meratap, mengapa jarang sekali dari kita yang bergairah mengisi agenda Senin dengan hal-hal yang menyenangkan. Hari yang diisi dengan pagi yang penuh senyum, makan siang yang bersahabat, hingga sore yang sejuk. Agenda Senin terlalu padat dengan aktivitas membosankan sehingga ia tidak memiliki waktu untuk tertawa bahkan sekedar tersenyum.

Mengasihi (Se)Tiap Hari Beranjak dari tulisan yang agak antropomorfik (sebuah teknik penulisan di mana penulis menggambarkan sesuatu objek sebagai seorang manusia yang berkepribadian), kita mencoba memikirkan hal ini lebih dalam. Faktanya, hari Senin tidak bersalah terhadap kita maupun dirinya. Ia bebas dari konsekuensi kesibukan bahkan padatnya agenda kita di hari Senin.

Ia tidak butuh dikasihi sama seperti halnya hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, juga Minggu. Kita harus berpikir keras untuk mengasihi Senin bukan karena ia merasa iri dengan hari lain dan kurang perhatian. Tetapi karena kita hidup di dalam hari-hari tersebut bersama orang-orang yang kita kasihi.

Mengasihi adalah bisnis juga investasi seumur hidup. Lebih dalam lagi motivasi mengasihi harus ada karena kita sudah dikasihi dengan sangat besar oleh Tuhan. Kita tidak bisa seenaknya berkata “Aku lebih menyayangi hari Jumat, Sabtu, Minggu saja. Tetapi untuk sisanya aku akan bertindak kejam”. Itu adalah kemunafikan!

Hari bermakna bukan karena ia memiliki perasaan seperti yang saya gambarkan sebelumnya. Ia bermakna karena kita memiliki orang tua, istri, kekasih, sahabat, teman, juga orang sekitar yang perlu dikasihi. Lebih mengasihi hari lain dibandingkan hari Senin membuat diri kita begitu menakutkan bagi orang-orang di sekitar kita. Kita cenderung pemarah, terburu-buru, jarang tersenyum, serta cenderung amat cuek.

Mengasihi setiap hari bukan mengasihi tiap-tiap nama hari. Mengasihi setiap hari berarti konsisten dengan tindak tanduk kasih sepanjang minggu, tidak peduli hari Senin, Selasa, atau Rabu. Jangan terlalu diskriminatif terhadap hari, karena hari tidaklah akan rugi. Tetapi jika emosi dan tindakan kita mudah dikendalikan oleh hari maka diri kita juga orang-orang di sekitar kitalah yang rugi!

Hidup bukan karena hari,

hidup hanya karena arti,

Bebas dari segala dosa, Inilah arti hidupku.

 

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *