Pemimpin yang dikenan Tuhan adalah pemimpin yang berlutut, yakni yang berdoa hanya kepadaNya. Pemimpin yang berlutut pasti bukan pemimpin yang pongah, karena ia menyadari, bahwa dia sendiri memerlukan pimpinan Allah. Doa-doanya menjaganya tetap rendah hati.
Pemimpin yang berlutut juga adalah pemimpin yang dapat diandalkan orang-orang yang dipimpinnya, karena ia berada di dalam penyertaan Allah yang Mahakuasa. Ia tidak mengandalkan kekuatan, kecerdikan, maupun kesuciannya sendiri, melainkan mengandalkan kuasa, hikmat, dan kekudusan Ilahi.
Pemimpin yang berlutut memperhatikan kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya, sebagaimana ia sendiri mengalami bagaimana Allah memperhatikan kebutuhannya. Tiap kali berlutut, ia mensyukuri anugerah dan pimpinan Tuhan, sekaligus mendoakan anugerah dan penyertaan yang sama bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin yang berlutut sungguh-sungguh mengasihi orang-orang yang dipimpinnya, karena ia sendiri membuktikan, betapa sungguh-sungguh Tuhan telah mengasihinya. Dan, ciri khas kasih adalah tidak mementingkan diri sendiri. Dengan demikian, pemimpin yang berlutut pastilah pemimpin yang tidak egois, yang tidak menggunakan posisinya untuk memenuhi keinginannya sendiri.
Pemimpin yang berlutut adalah pemimpin yang pantang menyerah, karena ia tahu, bahwa ia memimpin bersama Allah. Penyertaan Allah tidak pernah berarti ketiadaan masalah, melainkan kesanggupan untuk mengatasi setiap masalah—sekalipun harus mencucurkan keringat, air mata, dan darah.
Pemimpin yang berlutut juga adalah pemimpin yang berwawasan serta bervisi, karena ia berlutut di hadapan Allah, Sang Pemintal Sejarah. Dalam percakapan pribadinya dengan Tuhan, ia sungguh-sungguh mendengarkan apa yang dirindukan Allah bagi dia maupun orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak mementingkan jenjang karirnya sendiri, melainkan pertumbuhan semua orang untuk menggenapkan visi Ilahi.