Suatu siang, saat sedang menghirup udara segar di suatu villa. Saya berjalan menyusuri bagian belakang villa itu. Mata saya tertuju kepada satu menara sinyal yang tinggi. Tinggi menara itu sekitar 20 meter. Dengan ketinggian itu, bangunan itu tampak menjulang tinggi diantara villa dan bangunan lain disekitarnya.
Melihat menara itu, saya berkata dalam hati “Wah, tinggi sekali menara sinyal ini hampir menembus awan, gimana ya kalau menara ini runtuh? Pasti banyak rumah yang hancur”. Menara itu mengingatkan saya akan kisah “menara Babel”.
Tentu saja, kita pasti tidak asing dengan cerita Menara babel dalam Kejadian 11 : 1-9. Demi menyamakan diri seperti Allah, manusia zaman itu membangun menara yang sangat tinggi bahkan sampai ke langit. Saya pun mencoba membandingkan pada masa ini. Bukankah sebagian orang sering membangun menara yang lebih tinggi bahkan melebihi Allah? Menara tinggi itu dapat berupa keegoisan dan kesombangan diri.
Keegoisan diri, merasa diri paling berhak untuk menentukan bahkan melakukan apa saja, sering menjadi hal yang sangat dominan dalam diri. Melakukan apa saja yang kita kehendaki asalkan kita mendapat banyak kebahagiaan dan pujian adalah suatu hal yang sering kita cari. Kehidupan ini seakan membiarkan kita melakukan apa yang menurut kita baik dan benar. Akhirnya, kesombongan diri juga merasuk mengikuti. Keegoisan dan kesombongan membuat kita menjadi berfokus kepada “ke-akuan” dan melupakan Allah.
Kehidupan orang yang sudah percaya kepada Allah dan sebagai ciptaanNya mengajarkan bahwa Allah yang memiliki otoritas tertinggi dalam hidup kita, bukan diri kita. Namun acap kali, kita tidak menyadari bahwa sebagian besar dari kita juga mudah terpengaruh oleh kenikmatan dan tawaran dunia ini. Demi mencapai keinginan diri, kita rela melakukan apa saja. Kesombongan dan keegoisan sangat merugikan bukan hanya diri tetapi Allah dan juga sesama. Seperti kisah dalam Menara babel, apakah kita akan seperti di zaman menara Babel yang membangun menara yang tinggi untuk menyamai – berusaha melawan Allah, kemudian membiarkan Allah menghancurkan hidup mereka? Tentu saja tidak!
Apakah kita akan terus menyombongkan setiap hal yang sudah Tuhan beri, yang sebenarnya adalah milik Dia? Seperti talenta, fisik dan prestasi ? Seberapa sering kita memberi waktu, tenaga dan doa kepada sahabat atau rekan yang membutuhkan bantuan kita ? Mari melihat ke dalam diri, lihat apa apa yang terjadi? Runtuhkan keegoisan dan kesombongan, perkenankan Allah saja yang menjadi menara tinggi – yang berdiri tegak dalam hidup kita. Jangan tunggu Allah sendiri yang turun tangan dan menghancurkan menara keegoisan dan kesombongan diri kita.