Kawan dan Lawan (3-selesai)

Hari ini terasa lain. Sejumput doa dan harapan terucap di depan bilik suara. Paijo, Inem, Anda, dan saya sedang menentukan pilihannya. Namun, tak semua orang memilih gambar yang tertera dalam kertas suara. Di sana ada juga yang tak memilih.

Hari ini pula kita menghitung suara kawan dan lawan. Sedianya, mungkin tak ada kawan, tak ada lawan. Kawan dan lawan adalah ilusi yang kita cipta untuk memaknai kehidupan yang taksa, samar, dan misterius. Segala hal yang membuat kita nyaman adalah kawan. Sebaliknya, semua hal yang membuat kita cemas adalah lawan.

Ilusi demi ilusi telah Anda telan bulat-bulat hingga Anda begitu berhasrat untuk menghabisi lawan. Namun, jika tiada lagi lawan, bukankah tak ada lagi kawan? Atau, tanpa sadar Anda malah mencipta ilusi tentang lawan yang lebih tangguh untuk dijadikan kambing hitam dan ditaklukan di kemudian hari.

Sungguh, siapatah kita yang begitu angkuh dan tak tahu adat? Tahu sedikit saja, lantas merasa paling benar. Padahal, sebagian besar kita tak pernah mengenal para calon pemimpin secara mendalam. Seolah-olah semua polah para calon pemimpin cocok dengan gambaran yang ada di kepala kita. Bahkan, dengan pongahnya kita sesumbar, “Kalau dia terpilih, Indonesia akan lebih baik.”

Ah, kita bukan Tuhan!

Lantas, apakah kita berhenti berdoa dan berharap? Sekali-kali tidak! Harapan terlahir seketika kotak pandora terbuka. Dalam segala kenaifan, saya pun memilih—entah sebagai kewajiban moral, atau putusan eksistensial, atau pun memilih sebagai tindakan praktis. Semuanya telah bercampur.

Namun, di dalam kenaifan itu, kiranya tersingkap pula kesantunan terhadap pernak-pernik kehidupan yang mengerikan sekaligus menawan. Di hadapan kehidupan macam itu, kawan dan lawan hanyalah topeng untuk dilucuti sekaligus topeng untuk menyelubungi. Bak penari yang melenggok pada seutas benang di atas jurang tak berdasar, rayakanlah hidup Anda seelok-eloknya.

Saya mungkin tak kenal Paijo, Inem, atau pun Anda. Tapi, tak jadi masalah. Di sini tak ada lagi kawan, tak ada lagi lawan. Namun, di sini pula hadir kawan dan sekaligus lawan. Di sini Anda bukan lagi pencipta kebenaran, tetapi hanya pekerja-pekerja kebenaran.

Wai, suguhan telah ludes wahai Anda si empunya gigi dan perut yang kuat. Kini, lanjutkanlah penziarahan hidup Anda …!

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *