Think Out of The Box

Banyak yang mengatakan, bahwa untuk menjadi orang yang kreatif dan inovatif, kita harus think out of the box, yang artinya bahwa kita harus berpikir di luar kebiasaan kebanyakan orang. Salah satu contohnya adalah pengalaman saya dan istri. Entah kenapa, ponsel istri saya tidak bisa digunakan untuk googling. Segala cara telah kami coba untuk mengatasinya, namun hasilnya tetap nihil.

Akhirnya, karena saya pikir sesungguhnya istri saya bukan ingin googling, melainkan searching, maka sebagai pengganti (sementara) Google, saya pun menyarankannya untuk melakukan pencarian dengan Bing. Problem solved.

Dalam pengalaman di atas, melakukan pencarian lewat Google telah menjadi box bagi kebanyakan orang termasuk kami, sehingga kami berupaya begitu rupa agar bisa googling. Padahal, ada banyak situs pencarian yang lain, termasuk Bing.

Inovasi dan kreativitas adalah “salah dua” dari kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Seekor kera atau lumba-lumba mungkin bisa berhitung di atas panggung, tetapi itu karena mereka telah dilatih sebelumnya. Kera atau lumba-lumba hanya melakukan apa yang telah manusia ajarkan kepada mereka, dan tidak pernah mencoba membuat rumusan perhitungan sendiri. Dalam percakapan dengan teman-teman, saya selalu mengatakan, bahwa yang membedakan kita dengan monyet adalah pisang goreng (dan makanan berbahan dasar pisang lainnya). Manusia memang bisa memakan pisang seperti monyet, tetapi ia bisa membuat inovasi dalam hal cara menikmati pisang.

Apa yang membuat kita, manusia, bisa memiliki kreativitas dan inovasi? Jawaban saya mungkin tak bisa diterima di ruang kelas sains, yang kenyataannya belum bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut, tetapi dapat dipertanggungjawabkan secara moral, yakni karena kita diciptakan (created) dalam citra Sang Pencipta (Creator). Inilah yang membuat kita memiliki kapasitas atau kemampuan untuk berkreasi dan berinovasi.

Akan tetapi, sebagaimana kesaksian kitab suci, Iblis telah memerdaya manusia untuk think out of the box of divinity, sehingga mereka masuk ke dalam box of sin. Akibatnya, banyak kreativitas dan inovasi manusia yang ditujukan bagi perbuatan-perbuatan dosa. Sebagai siswa tahun sembilan-puluhan yang kemudian terjun dalam pelayanan siswa, saya telah mengamati beragam “kreativitas” siswa untuk mencontek ketika ujian. Sebagai pekerja media, saya juga banyak mendapati berbagai kasus kejahatan yang “kreatif dan inovatif”.

Sebagai orang-orang yang telah ditebus Kristus dari utang dosa yang tak terbayarkan, sudah seharusnyalah kita berpikir bukan sekadar out of the box, melainkan out of the box of sin. Kita harus mempersembahkan kreativitas dan inovasi kita bagi kemuliaan Tuhan, sehingga karya dan ide kita benar-benar membawa manfaat bagi sesama manusia maupun ciptaan Tuhan yang lainnya. Tuhan Yesus adalah teladan kita.

Ketika doa telah membuat orang-orang tercerai dalam kotak-kotak suku, agama, ras, kasta, dan sebagainya, Tuhan Yesus memberikan teladan bagi kita ketika Dia tak sungkan-sungkan bergaul dengan para pendosa (tanpa ikut dalam perbuatan dosa mereka). Wanita Samaria yang Dia temui di Sumur Yakub sampai terheran-heran, “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (lih. Yoh. 4:9).

Tentu masih banyak lagi teladan yang kita bisa petik dari Tuhan Yesus dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya, seperti Abraham yang memulai pengembaraan bersama Tuhan, Yusuf yang menolak godaan istri Potifar, atau Daud yang melawan Goliat hanya dengan ketapel dan batu-batu sungai. Benang merah yang bisa kita tarik dari kisah-kisah mereka adalah, pemikiran atau tindakan out of the box mereka didasari oleh hati yang senantiasa in the box of faith. We must think out of the box of sin within the box of faith. Because “…whatever is not from faith is sin” (Rm. 14:23).

Nah, sekarang, bagaimana kita melatih diri untuk berpikir out of the box? Berikut beberapa saran dari saya:

  1. Fokuslah pada pemecahan masalah, bukan pada masalah itu sendiri. Itulah tujuan dari berpikir out of the box, yaitu memecahkan masalah.
  2. Berpikirlah mulai dari hal yang sederhana. Alkisah, ada sebuah truk yang tersangkut pada sebuah jembatan karena tingginya sama dengan tinggi atap jembatan. Ketika semua orang dewasa berpikir untuk menggunakan alat berat dan membongkar jembatan, seorang anak kecil memberikan sebuah solusi sederhana: “kempeskan saja bannya!”
  3. Berpikirlah secara mendasar. Sama seperti pengalaman saya dan istri dengan googling, pada dasarnya, yang dibutuhkan adalah searching, apapun situs pencari yang digunakan.
  4. Jangan pernah ragu atau segan untuk bertanya. Sama seperti prinsip yang diajarkan oleh Firman Tuhan, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Ams. 27:17).
  5. Jangan pernah meninggalkan doa dan firman. Ada banyak pengalaman, dimana permasalahan hanya dapat dipecahkan melalui hikmat yang datang dari Tuhan. Berdoa dan membaca firman Tuhan akan menjaga agar cara pandang kita terhadap dunia dan permasalahannya selaras dengan cara pandang Allah.

Selamat berpikir di luar kotak dosa dan di dalam kotak iman. Tuhan memberkati.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *